Minggu, 29 Januari 2012

UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN (PERJUANGAN DAERAH PALEMBANG - PERISTIWA FRONT LANGKAN)

A.   Perlawanan Daerah Palembang
Konvensi London 13 Agustus 1814 membuat Britania menyerahkan kembali kepada Belanda semua koloninya di seberang lautan sejak Januari 1803. Kebijakan ini tidak menyenangkan Raffles karena harus menyerahkan Palembang kepada Belanda. Serah terima terjadi pada 19 Agustus 1816 setelah tertunda dua tahun, itu pun setelah Raffles digantikan oleh John Fendall. Belanda kemudian mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah mendamaikan kedua sultan, SMB II dan Husin Diauddin. Tindakannya berhasil, SMB II berhasil naik takhta kembali pada 7 Juni 1818. Sementara itu, Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Britania berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke Batavia dan akhirnya dibuang ke Cianjur.
Pada dasarnya pemerintah kolonial Belanda tidak percaya kepada raja-raja Melayu. Mutinghe mengujinya dengan melakukan penjajakan ke pedalaman wilayah Kesultanan Palembang dengan alasan inspeksi dan inventarisasi daerah. Ternyata di daerah Muara Rawas ia dan pasukannya diserang pengikut SMB II yang masih setia. Sekembalinya ke Palembang, ia menuntut agar Putra Mahkota diserahkan kepadanya. Ini dimaksudkan sebagai jaminan kesetiaan sultan kepada Belanda. Bertepatan dengan habisnya waktu ultimatum Mutinghe untuk penyerahan Putra Mahkota, SMB mulai menyerang Belanda Pertempuran melawan Belanda yang dikenal sebagai Perang Menteng (dari kata Muntinghe) pecah pada tanggal 12 Juni1819. Perang ini merupakan perang paling dahsyat pada waktu itu, di mana korban terbanyak ada pada pihak Belanda. Pertempuran berlanjut hingga keesokan hari, tetapi pertahanan Palembang tetap sulit ditembus, sampai akhirnya Muntinghe kembali ke Batavia tanpa membawa kemenangan.
Belanda tidak menerima kenyataan itu. Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der CapellenConstantijn Johan Wolterbeek dan Mayjen Hendrik Merkus de KockPangeran Jayaningrat) sebagai penggantinya. SMB II telah memperhitungkan akan ada serangan balik. Karena itu, ia menyiapkan sistem perbentengan yang tangguh. Di beberapa tempat di Sungai Musi, sebelum masuk Palembang, dibuat benteng-benteng pertahanan yang dikomandani keluarga sultan. Kelak, benteng-benteng ini sangat berperan dalam pertahanan Palembang. merundingkannya dengan Laksamana dan diputuskan mengirimkan ekspedisi ke Palembang dengan kekuatan dilipatgandakan. Tujuannya melengserkan dan menghukum SMB II, kemudian mengangkat keponakannya (
Pertempuran sungai dimulai pada tanggal 21 Oktober 1819 oleh Belanda dengan tembakan atas perintah Wolterbeek. Serangan ini disambut dengan tembakan-tembakan meriam dari tepi Musi. Pertempuran baru berlangsung satu hari, Wolterbeek menghentikan penyerangan dan akhirnya kembali ke Batavia pada 30 Oktober 1819. SMB II masih memperhitungkan dan mempersiapkan diri akan adanya serangan balasan. Persiapan pertama adalah restrukturisasi dalam pemerintahan. Putra Mahkota, Pangeran Ratu, pada Desember 1819 diangkat sebagai sultan dengan gelar Ahmad Najamuddin III. SMB II lengser dan bergelar susuhunan. Penanggung jawab benteng-benteng dirotasi, tetapi masih dalam lingkungan keluarga sultan.

Setelah melalui penggarapan bangsawan ( susuhunan husin diauddin dan sultan ahmad najamuddin prabu anom )dan orang Arab Palembang melalui pekerjaan spionase, dan tempat tempat pertahanan disepanjang sungai musi sudah diketahui oleh belanda serta persiapan angkatan perang yang kuat, Belanda datang ke Palembang dengan kekuatan yang lebih besar. Tanggal 16 Mei 1821 armada Belanda sudah memasuki perairan Musi. Kontak senjata pertama terjadi pada 11 Juni 1821 hingga menghebatnya pertempuran pada 20 Juni 1821. Pada pertempuran 20 Juni ini, sekali lagi, Belanda mengalami kekalahan. De Kock tidak memutuskan untuk kembali ke Batavia, melainkan mengatur strategi penyerangan.
Bulan Juni 1821 bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Hari Jumat dan Minggu dimanfaatkan oleh dua pihak yang bertikai untuk beribadah. De Kock memanfaatkan kesempatan ini. Ia memerintahkan pasukannya untuk tidak menyerang pada hari Jumat dengan harapan SMB II juga tidak menyerang pada hari Minggu. Pada waktu dini hari Minggu 24 Juni, ketika rakyat Palembang sedang makan sahur, Belanda secara tiba-tiba menyerang Palembang. di depan sekali kapal yang tumpangi saudaranya Susuhunan Husin Diauddin dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom dan Susuhunan Ratu Bahmud Badaruddin / SMB 2 merasa serba salah, kalau ditembak saudaranya sendiri yang berada dikapal belanda dan anggapan orang sultan palembang Darussalam sampai hati membunuh saudara karena harta / tahta.
Serangan dadakan ini tentu saja melumpuhkan Palembang karena mengira di hari Minggu orang Belanda tidak menyerang. Setelah melalui perlawanan yang hebat, tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda. Kemudian pada 1 Juli 1821 berkibarlah bendera rod, wit, en blau di bastion Kuto Besak, maka resmilah kolonialisme Hindia Belanda di Palembang. Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam tanggal 3 Syawal , SMB II beserta sebagian keluarganya menaiki kapal Dageraad pada tanggal 4 syawal dengan tujuan Batavia. Dari Batavia SMB II dan keluarganya diasingkan ke Pulau Ternate sampai akhir hayatnya 26 September 1852.

1.     Perang Lima Hari Lima Malam

1 Januari 1947
Dari RS. Charitas terjadi rentetan tembakan disusul oleh ledakan-ledakan dahsyat kearah kedudukan pasukan kita yang bahu membahu dengan Tokoh masyarakat bergerak dari pos di Kebon Duku (24 Ilir Sekarang) mulai dari Jalan Jenderal Sudirman terus melaju kearah Borsumij, Bomyetty Sekanak, BPM, Talang Semut.
2 Januari 1947
Diperkuat dengan Panser dan Tank Canggih Belanda bermaksud menyerbu dan menduduki markas Tentara Indonesia di Masjid Agung Palembang. Pasukan Batalyon Geni dibantu oleh Tokoh Masyarakat bahu membahu memperkuat barisan mengobarkan semangat jihad yang akhirnya dapat berhasil mempertahankan Masjid Agung dari serangan sporadis Belanda. Pasukan bantuan belanda dari Talang Betutu gagal menuju masjid agung karena disergab oleh pasukan Lettu. Wahid Luddien sedangkan pada hari kedua Lettu Soerodjo tewas ketika menyerbu Javache Bank. Diseberang ulu Lettu. Raden. M menyerbu kedudukan strategis belanda di Bagus Kuning dan berhasil mendudukinya untuk sementara. Bertepatan dengan masuknya pasukan bantuan kita dari Resimen XVII Prabumulih
3 Januari 1947
Pertempuran yang semakin sengit kembali memakan korban perwira penting Lettu. Akhmad Rivai yang tewas terkena meriam kapal perang belanda di sungai seruju. Keberhasilan gemilang diraih oleh Batalyon Geni pimpinan Letda Ali Usman yang sukses menhancurkan Tiga Regu Kaveleri Gajah Merah Belanda. Meskipun Letda Ali Usman terluka parah pada lengan.
Pasukan lini dua kita yang bergerak dilokasi keramat Candi Walang (24 Ilir) menjaga posisi untuk menghindari terlalu mudah bagi belanda memborbardir posisi mereka. Sedangkan pasukan Ki.III/34 di 4 Ulu berhasil menenggelamkan satu kapal belanda yang sarat dengan mesiu. Akibatnya pesawat-pesawat mustang belanda mengamuk dan menghantam selama 2 jam tanpa henti posisi pasukan ini.
Pada saat ini pasukan bantuan kita dari Lampung, Lahat dan Baturaja tiba dikertapati namun kesulitan memasuki zona sentral pertempuran diareal masjid agung dan sekitar akibat dikuasainya Sungai Musi oleh Pasukan Angkatan Laut Belanda.
4 Januari 1947
Belanda mengalami masalah amunisi dan logistik akibat pengepungan hebat dari segala penjuru oleh tentara dan rakyat, sedangkan tentara kita mendapat bantuan dari Tokoh masyarakat dan pemuka adat yang mengerahkan pengikutnya untuk membuka dapur umum dan lokasi persembunyian serta perawatan umum.
Pasukan Mayor Nawawi yang mendarat di keramasan terus melaju ke pusat kota melalui jalan Demang Lebar Daun. Bantuan dari pasukan ke masjid agung terhadang di Simpang empat BPM, Sekanak, dan Kantor Keresidenan oleh pasukan belanda sehingga bantuan belum bisa langsung menuju kewilayah charitas dan sekitar.
5 Januari 1947
Pada hari ke Lima panser belanda serentak bergerak maju kearah Pasar Cinde namun belum berani maju karena perlawanan sengit dari Pasukan Mobrig kita pimpinan Inspektur Wagiman dibantu oleh Batalyon Geni. Sedangkan pasukat belanda dijalan merdeka mulai sekanak tetap tertahan tidak mampu mendekati masjid agung. Akibat kesulitan tentara belanda dibidang logistik dan kesulitan yang lebih besar pada pihak kita pada bidang amunisi akhirnya dibuat kesepakatan untuk mengadakan Cease Fire. Yang isinya adalah:
Pasukan dari Kebun Duku diperintahkan untuk menyerang Jalan Jawa lama dan 11 Siang telah menyusun barisan berangkat ke kenten. Tiba-tiba dalam perjalanan Kapal Belanda menembaki rumah sekolah yang dihuni oleh Batalyon Geni dan Laskar Nepindo sehingga pihak kita mengalami banyak kerugian dan korban jiwa.
Dalam Cease Fire TKR dan laskar serta badan-badan perlawanan rakyat diperintahkan mundur sejauh 20 KM dari kota palembang atas perintah Komandan Divisi II Kolonel Bambang Utoyo. Sedangkan dikota palembang hanya diperbolehkan pasukan ALRI dan unsur sipil dari RI yang tinggal.

2.     Peristiwa Front Langkan

Terbentuknya Front Langkan sangat erat hubungannya dengan peristiwa Pertempuran lima hari lima malam dikota Palembang tanggal 1 januari – 5 januari 1947. Untuk menghindari jatuh korban yang lebih banyak, maka beberapa kali diadakan perundingan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda di Palembang.
        Tercapai persetujuan penghentian tembak menembak (cease fire).
        Didalam point kesepakatan bahwa Tentara Republik Indonesia (TRI) harus keluar dari kota Palembang dan Talang Betutu sejauh 20 KM, termasuk juga pasukan Batalyon 30 Resimen 17 di Front Talang Betutu yang dipimpin oleh Kapten Animan Achyat. Pada waktu itu Batalyon 30 Resimen 17 bertugas memutuskan hubungan serta menghambat dan mengganggu konvoi pasukan Belanda yang mensupplay bahan-bahan makanan termasuk air dan BBM dari kota Palembang ke lapangan terbang Talang Betutu.
        Menurut perhitungan pihak TRI bahwa jarak 20 KM dari Talang Betutu adalah sekitar Musi Landas. Sehingga semua pasukan termasuk Batalyon 30 Resimen 17 dan laskar-laskar diperintahkan mundur dan berkumpul di Musi Landas. Jadi Musi Landas dijadikan garis pertahanan TRI dan Laskar, karena pada waktu itu belum ada badan/komisi Arbitrase yang menentukan jarak 20 KM tersebut.
        Rupanya pihak Belanda tidak mau menerimanya, akibatnya pada tanggal 15 Januari 1947 sekitar jam 07.00 pagi pihak Belanda melakukan serangan secara mendadak kepada pasukan TRI di Musi Landas, sehingga pertempuran tidak bisa dihindari lagi. Pasukan TRI melakukan perlawanan dengan cara menembak sasaran yang tepat sambil mundur kearah desa Langkan, sedang pihak Belanda dengan menggunakan persenjataan modern dengan amunisi yang tidak terbatas menyerang pasukan TRI dengan tembakan tanpa sasaran, ternyata serangan tersebut adalah untuk mengusir pasukan TRI dari Musi Landas yang menurut mereka kurang dari 20 KM dari lapangan terbang Talang betutu. Dalam pertempuran ini tidak ada yang menjadi korban, hanya kerugian barang-barang infentaris Batalyon 30 Resimen 17 yang tertinggal di Musi Landas.
        Pada tanggal 15 pebruari 1947 dusun Langkan ditetapkan menjadi front terdepan garis pertahanan Indonesia oleh Komandan Batalyon 30 Resimen 17, dikarenakan letak dusun langkan pada waktu itu menyimpang masuk kedalam sekitar 2 KM dari jalan raya Palembang-Sekayu. Pada waktu itu di dusun Langkan terdiri dari 10 buah rumah limas cagak dari kayu dan semua rumah rakyat itu dipakai oleh pasukan TRI dan sebuah rumah dipakai sebagai dapur umum pasukan.
        Front Langkan ini dipertahankan oleh pasukan seksi istimewa. Ditunjuk sebagai seksi istimewa Letnan Muda A. Kosim Dahayat dengan wakilnya OM Muksin Syamsuddin.
        Untuk mempertahankan daerah langkan dari serangan Belanda maka di buatlah 2 kubu pertahanan yang masing-masing :
  1. Pertahanan minyak atau pertahanan palsu, gunanya untuk menghambat pasukan pihak Belanda yang akan maju menyerang Pasukan TRI. Pertahanan ini semua orang yang lalu lalang dan masyarakat sekitar mengetahui bahwa pertahanan pasukan ada disini, terutama sekali pihak mata-mata Belanda. Pertahanan ini letaknya dibelakang garis pertahanan yang sebenarnya, jaraknya sekitar 500 meter, tepatnya berlokasi didekat danau tepian mandi ketika itu.
  2. Pertahanan yang sebenarnya atau Asli adalah pertahanan yang akan dipergunakan untuk bertahan, kubu pertahanan ini sangat dirahasiakan dan tersembunyi dari masyarakat umum dan lalu-lalang orang, siapapun yang berani melintasi daerah sekitar pertahanan ini harus dilenyapkan. Bentuk pertahanan ini terdiri dari galian tanah bentuk lubang perlindungan dan lubang komando antar regu. Dalam lubang ini 1 meter dan lebar 50 cm panjangnya 100 meter dari kiri kanan jalan raya palembang-sekayu. Pada bagian depan lubang pertahanan ini dipasang kawat berduri setinggi tiarap sebagai brikade sejauh 10 meter maju kedepan garis lubang pertahanan. Pada badan jalan raya Palembang-Sekayu diputuskan dan tanahnya digali, dibuat berupa lubang pertahanan anti tank baja. Pada sekitarnya ditanami berupa rumput-rumput yang menjalar sehingga terkesan bahwa disekitar ini tidak ada pertahanan lubang anti tank.
        Pada tanggal 17 juli 1947 untuk menghadapi agresi Belanda maka Batalyon 30 Resimen 17 mengadakan perubahan dan penyegaran, yaitu perubahan nama dari Tentara Republik Indonesia (TRI) menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), Perubahan dari Batalyon 30 Resimen 17 menjadi Batalyon 30 Resimen 45 Brigade pertempuran, Penggantian komandan Batalyon dari Kapten Animan Achyat kepada Kapten Usman Bakar merangkap jabatan komandan sektor III kiri Musi Banyuasin dan Pendopo area.
        Pada tanggal 21 Juli 1947 pada hari ketiga ramadhan, lebih kurang jam 06.00 pagi, Belanda mulai melancarkan agresinya dengan melakukan serangan besar-besaran ke Front Langkan yang didahului oleh tembakan meriam Gawetser dari jarak jauh. Mendengar tembakan tersebut pasukan TNI segera menempati posisi masing-masing, dan pada akhirnya terjadi perang secara frontal antara pasukan TNI dengan pasukan Belanda. Pasukan TNI yang bersenjata Jukikanju melawan pasukan Belanda yang terdiri dari serangan udara, pasukan darat, pasukan tank dan senjata berat berupa meriam Gawetser.
        Pada peristiwa pertempuran yang sengit tersebut, perbandingan persenjataan serta peralatan tempur pasukan TNI tidak seimbang, namun banyak serdadu Belanda yang gugur, karena motto pasukan TNI adalah satu butir peluru yang ditembakkan sama dengan satu orang musuh. Melihat keadaan tersebut, maka Belanda mendatangkan lagi bala bantuan untuk menambah pasukan.
        Untuk menembus pertahanan TNI dari arah depan, maka pihak Belanda mengalihkan serangannya kearah sayap kanan dari garis pertahanan TNI dengan taktik untuk memblokade pasukan TNI, akhirnya pasukan TNI kewalahan dan akhirnya komandan Usman Bakar menyerukan pasukan untuk mundur menuju desa Pangkalan Panji sekitar jam 15.00 sore. Sambil pasukan mundur dibakarlah pertahanan minyak yang dipompa dari keluang sehingga danau tempat pemandian menjadi seperti lautan api, tujuannya hanya untuk menghambat kemajuan pasukan Belanda dan agar pasukan TNI tidak kucar-kacir sambil mundur. Pada malam itu pihak musuh belum berani maju melintasi pertahanan di Front Langkan karena satu regu selaku regu pengawal ditempatkan di desa Langkan.
        Dalam perang ini pasukan Batalyon 30 Resimen 45 kehilangan dua orang, yaitu :
1. Sersan satu Yusuf Jepang yang bertugas menembakkan senapan  Jukikanju hasil rampasan gudang senjata Jepang di Pendopo.
            2. Kopral A. Hamid
        Dari dusun Pangkalan Panji, pasukan TNI terus mundur kedusun Pangkalan Balai dan terus mundur ke dusun Seterio. Sampai didesa Seterio hari sudah siang dan pasukan TNI beristirahat, tetapi saat pasukan TNI sedang beristirahat di dusun Seterio tiba-tiba kapal terbang milik Belanda berputar-putar diatas dusun Seterio dan dengan gencarnya kapal terbang ini menembaki pasukan TNI yang sedang beristirahat, sehingga pasukan TNI terpaksa berlindung dibawah rumah penduduk dan dibawah kayu besar, lebih kurang 2 putaran kapal terbang milik Belanda menembaki pasukan TNI tanpa mendapat perlawanan dari pasukan TNI.
          Setelah aman dari kapal terbang, pasukan TNI terus mundur ke dusun Lubuk Lancang, setibanya di Lubuk Lancang pasukan TNI membuat lubang pertahanan dibukit-bukit Lubuk Lancang. Belum selesai menggali lubang pertahanan sudah datang lagi kapal terbang musuh, berputar-putar berkeliling menembaki pasukan TNI, pada saat itu TNI tidak bisa berbuat apa-apa, hanya berlindung dalam lubang galian dan bersembunyi dibawah batang kayu besar. Setelah keadaan aman dan kapal terbang sudah pergi, pasukan TNI terus mundur ke Betung dan Epil. Perjalanan mundur pasukan TNI yang diiringi tembakan dari kapal terbang Belanda tidak membuat gentar TNI walaupun tidak dapat membalas serangan tersebut.
        Dalam pertempuran di front langkan antara pasukan TNI dan pasukan Belanda banyak serdadu Belanda yang gugur dan menjadi kenangan pahit yang sulit untuk dilupakan, oleh karena itu pasukan Belanda menamakan pasukan TNI yang ada di langkan dengan nama Setan Langkan.

Berikut ini adalah gambar dari monument Front Langkan yang ada di daerah Langkan, Banyuasin.

 

1 komentar:

Sjahrir dalam "Perdjoeangan Kita"

Perjuangan Kita  atau  Perdjoeangan Kita  ( bahasa Belanda :  Onze Strijd ) adalah sebuah pamflet yang ditulis akhir Oktober 1945 oleh pemi...